Saya Takut ML

"Saya takut ML, brooo.... Adakah solusi?"
Akh jangan "ngeres" dulu sob dengan judul tulisan sampah ini. Saya takut ML bukan berarti making love atau makna negatif yang selama ini kita anut, tapi sebaliknya judul tulisan ini sengaja saya "miringkan" padahal sebenarnya masih ada hubungannya dengan yang heboh di sosial media belakangan ini.

Pernah dengar atau baca di berita hashtag "KamiTakutMatiLampu"? Hashtag ini lumayan booming sekitar belasan Januari 2016 kemarin. Nah, tulisan saya kali ini mengarah ke sana. Karena bukan di Palembang dan Gorontalo saja yang mengalami pemadaman listrik berjam-jam bahkan sampai berhari-hari. Kami di ujung timur Pulau Flores khususnya Kabupaten Flores Timur pun demikian.

Namun apalah daya, mungkin karena belum adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya internet khususnya sosial media dan juga jangkauan signal internet yang minyak ikan (baca: menyakitkan) sehingga kami belum mampu mengikuti jejak teman-teman di Palembang dan Gorontalo sekedar meneror PLN tentang "kematian listrik" ini menjadi trending topic di twitter.
listrik mati
Mati Lampu
Sosialisasi resmi dari pemerintah daerah tentang adanya pelayanan listrik siang malam sudah diteriakkan kemana-mana sampai mulut berbusa, tapi apa kenyataannya? Siang pun enggan malam tak mau. Yah siang jarang sekali nyala. Paling setengah hari. Apalagi malam?

Untungnya di desa saya menggunakan 2 jalur PLN (bukan Perusahaan Lilin Negara, ya). Siang hari kami mendapat pasokan listrik dari kota Kabupaten, Larantuka. Sementara di malam hari pasokan listrik dari kota kecamatan, Boru. Dan untuk sementara aliran listrik dari kecamatan ini agak lebih baik dari pada aliran dari kabupaten, meskipun terkadang bikin naik darah.

Untuk pasokan listrik dari kota Kabupaten inilah yang membuat saya takut kalau ML (mati listrik). Karena di alam bawah sadar orang-orang sini tahu kalau listrik sudah siang malam sehingga segala barang elektronik dibeli. Entah itu sound system, tv, kulkas dan tidak ketinggalan ponsel pintar. Yang terakhir ini sedikit aneh. Hidup di bawah naungan signal Telkomsel yang kualitasnya masih Edge, rasanya percuma beli semarpon. Bagaimana mau video call? Bagaimana mau cepat mengakses informasi? Akh sudahlah...

Nah apa yang terjadi bila aliran listriknya tiba-tiba putus atau mati pada saat semua benda elektroniknya menyala? Yang pasti lambat laun pasti rusak. Lalu siapa yang rugi? Ya kami masyarakat. Memang, ada yang menyarankan untuk menggunakan stavolt, tapi lagi-lagi saya katakan, apalah daya kami orang desa yang jauh dari kota dan sinyal....?

Memang bisa dipahami. Kita sedang berbenah. Kemampuan kita belum seberapa dibanding negara-negara lain dalam urusan pelayanan publik, khususnya pelayanan listrik ini. Namun, jika memang demikian janganlah dipaksakan. Jangan karena ambisi untuk mengsukseskan program "Indonesia Menyala" lalu segala alat kelistrikan yang belum memadai ini dipaksa kinerjanya untuk menerangi semua desa.

Jika ingin agar program Indonesia Menyala ini sukses, maka segeralah melakukan pembenahan. Jangan langsung memperluas wilayah jangkauan dengan sarana dan prasarana yang sudah ada yang ternyata belum mampu menjangkau luasnya wilayah sehingga tidak menimbulkan masalah seperti yang sedang terjadi saat ini.

Kalau saya bilang, listrik di daerah saya ini mirip dengan ikan lumba-lumba, hilang muncul. Bikin gemes, geram dan naik darah. Mau ML saja takut....

Itu!!!
Belanja Celana Boxer Cowok dan Cewek
LihatTutupKomentar
Cancel