BANGANCIS - Namanya Rina, bukan nama sebenarnya. Awalnya, ia merasa menemukan pangeran dari negeri dongeng. Pasangannya, sebut saja Doni, adalah segalanya: penuh perhatian, pujian melangit, dan hadiah yang tak henti-hentinya. Dunia serasa milik berdua.
Namun, dongeng itu perlahan berubah menjadi film horor psikologis. Pujian berganti kritik pedas yang menusuk. Perhatian berubah menjadi kontrol ketat atas setiap gerak-gerik Rina. Setiap kali Rina mencoba bicara, Doni memutarbalikkan fakta hingga Rina merasa dirinyalah yang gila.
| Gambar dari >Pixabay |
Pertanyaan itu pun menghantui setiap malamnya: "Apakah aku harus pergi?". Namun, bayangan Doni yang dulu, yang begitu sempurna, selalu menariknya kembali. Inilah labirin yang menjebak banyak orang dalam hubungan narsistik. Sebuah penjara tak kasat mata dengan sipir yang paling mereka cintai.
Mengenali Topeng Sang Narsistik
Hubungan dengan seorang narsistik seringkali tidak terasa salah pada awalnya. Mereka adalah master ilusi, pemahat citra diri yang begitu ulung hingga kita terlena. Namun di balik topeng pangeran atau putri, ada kekosongan yang menuntut untuk diisi oleh energi, validasi, dan kewarasan kita.
Dari Pangeran Menjadi Tiran
Fase bulan madu dengan seorang narsistik terasa seperti mimpi. Inilah yang disebut love bombing. Anda adalah pusat dunianya, orang paling hebat yang pernah ia temui. Semua terasa terlalu indah untuk menjadi kenyataan, dan memang benar.
Setelah Anda terpikat, topeng itu mulai retak. Fase devaluasi dimulai. Kritik kecil, sindiran tajam, membandingkan Anda dengan orang lain, hingga mengabaikan perasaan Anda. Mereka membuat Anda merasa tidak berharga, agar Anda terus berusaha mendapatkan kembali "pangeran" yang dulu Anda kenal.
Cermin Kosong yang Haus Pujian
Mengapa mereka melakukan itu? Jawabannya sederhana: mereka memiliki ego yang sangat rapuh. Jauh di dalam, mereka merasa tidak aman dan tidak berharga. Anda, bagi mereka, bukanlah pasangan, melainkan cermin.
Tugas Anda adalah memantulkan citra kehebatan mereka. Saat Anda lelah, atau saat Anda memiliki kebutuhan sendiri, cermin itu dianggap rusak. Mereka akan marah, menyalahkan, dan berusaha "memperbaiki" Anda agar kembali berfungsi sebagai pemuas ego mereka. Empati adalah bahasa asing bagi mereka.
Peta Jalan Keluar
Memahami masalahnya adalah satu hal, tetapi mengambil tindakan adalah hal lain. Pilihan antara bertahan dan putus bukanlah pilihan hitam-putih. Keduanya adalah jalan terjal yang membutuhkan keberanian luar biasa. Pertanyaannya bukan lagi "apa yang harus aku lakukan?", melainkan "apa yang terbaik untuk kewarasanku?".
Bertahan: Misi yang Mustahil?
Bisakah seorang narsistik berubah? Secara teori, mungkin. Namun dalam praktiknya, kemungkinannya sangat kecil. Perubahan menuntut kesadaran diri dan kemauan untuk menjalani terapi intensif, sesuatu yang sangat ditentang oleh ego mereka yang merasa sempurna.
Bertahan dalam hubungan ini berarti Anda harus menjadi benteng. Anda harus memasang batas-batas yang sangat kokoh, belajar teknik grey rock (menjadi membosankan agar tidak menarik perhatian mereka), dan mengelola ekspektasi Anda serendah mungkin. Ini adalah pekerjaan seumur hidup yang sangat menguras mental dan emosional.
Memilih Diri Sendiri
Putus dari seorang narsistik terasa seperti mencabut bagian dari jiwa Anda. Mereka tidak akan melepaskan Anda begitu saja. Mereka akan melakukan hoovering, mencoba menyedot Anda kembali dengan janji-janji perubahan dan pesona dari masa love bombing.
Inilah ujian terberat. Memilih untuk pergi adalah deklarasi bahwa Anda lebih mencintai diri sendiri daripada ilusi yang mereka tawarkan. Carilah sistem pendukung—teman, keluarga, atau terapis. Blokir kontak mereka jika perlu. Ini bukan tindakan kejam, ini adalah tindakan penyelamatan diri. Karena pada akhirnya, Anda tidak bisa menuangkan air dari cangkir yang sudah retak dan kosong.
#Narsistik #HubunganToksik #KesehatanMental

