BANGANCIS - Layar ponsel Rina menyala terang di kamarnya yang remang. Jarinya tanpa henti menggulir linimasa Instagram, melihat teman-teman SMA-nya memamerkan cincin tunangan, promosi jabatan, hingga liburan ke Eropa. Ia baru saja merayakan ulang tahun ke-26, namun yang dirasa bukanlah bahagia, melainkan hampa yang menyesakkan.
Pekerjaannya sebagai staf administrasi terasa monoton, gajinya pas-pasan, dan kisah cintanya tak kunjung menemukan titik terang. Pertanyaan besar terus berputar di kepalanya: "Apakah ini saja hidupku? Kenapa semua orang tampak sudah menemukan jalannya, sementara aku masih tersesat?"
Inilah potret klasik dari apa yang disebut quarter life crisis, krisis usia seperempat abad. Pertanyaannya, apakah ini fenomena psikologis yang wajar, atau hanya label keren untuk overthinking berkepanjangan?
Gambar dari Pixabay
Membedah Krisis di Usia Seperempat Abad
Krisis ini nyata dan dialami banyak orang. Ini bukan sekadar perasaan galau sesaat, melainkan sebuah fase transisi yang fundamental dalam kehidupan seorang dewasa muda.
Bukan Sekadar Galau Biasa
Psikolog mendefinisikan quarter life crisis sebagai periode ketidakpastian dan kekecewaan intens yang dialami individu berusia awal 20-an hingga pertengahan 30-an. Fase ini dipicu oleh kesenjangan besar antara ekspektasi yang dibangun sejak kecil dengan realitas kehidupan dewasa yang keras.
Anda diharapkan sudah mapan secara finansial, memiliki karier cemerlang, dan hubungan stabil, padahal kenyataannya semua itu butuh proses yang tidak instan.
Perasaan ini bukanlah isapan jempol atau drama generasi milenial semata. Ini adalah respons alami terhadap tekanan untuk "berhasil" di usia muda. Beban ini diperparah oleh perbandingan sosial yang tak terhindarkan di era media digital, membuat banyak orang merasa tertinggal.
Gejala yang Tak Bisa Diabaikan
Gejala krisis ini sangat khas dan mudah dikenali. Anda mungkin merasa terjebak dalam pekerjaan atau hubungan yang tidak memuaskan, tetapi terlalu takut untuk mengambil risiko perubahan. Ada perasaan terisolasi, seolah hanya Anda satu-satunya yang berjuang sementara dunia terus berputar dengan gembira.
Kecemasan tentang masa depan menjadi teman sehari-hari, dibarengi motivasi yang anjlok drastis. Anda mempertanyakan setiap keputusan yang pernah dibuat, dari pilihan jurusan kuliah hingga pekerjaan pertama. Ini adalah sinyal bahwa identitas dan nilai-nilai Anda sedang bergejolak, menuntut untuk didefinisikan ulang.
Overthinking vs. Langkah Nyata
Memang benar, overthinking adalah komponen utama dari krisis ini. Namun, memandangnya hanya sebagai overthinking adalah penyederhanaan yang berbahaya, karena bisa menghalangi kita untuk mengambil langkah yang benar.
Jebakan Lingkaran Setan Pikiran
Overthinking adalah ketika pikiran berputar-putar pada masalah yang sama tanpa menghasilkan solusi. Dalam konteks quarter life crisis, Anda terus memikirkan "bagaimana jika" dan "seandainya", yang hanya menguras energi mental dan melumpuhkan tindakan.
Anda menganalisis secara berlebihan kesuksesan orang lain dan kegagalan diri sendiri hingga terjebak dalam negativitas.
Lingkaran setan ini membuat krisis terasa lebih berat dari yang seharusnya. Pikiran yang kalut menghalangi Anda melihat peluang yang ada di depan mata. Alih-alih bergerak maju, Anda justru semakin terperosok dalam lumpur keraguan diri.
Mengubah Krisis Jadi Katalis
Kabar baiknya, krisis ini bisa menjadi titik balik yang positif. Ini adalah kesempatan emas untuk melakukan kalibrasi ulang terhadap kompas hidup Anda. Langkah pertama adalah menerima bahwa perasaan ini normal dan valid, bukan tanda kelemahan.
Berhentilah sejenak dari kebisingan media sosial untuk mendengar suara hati Anda sendiri. Tanyakan pada diri sendiri: "Apa yang sebetulnya penting bagi saya?"
Mulailah mencoba hal-hal baru dalam skala kecil, entah itu hobi, kursus singkat, atau menjadi relawan. Tindakan kecil ini dapat membangun kembali kepercayaan diri yang hilang.
Pada akhirnya, quarter life crisis bukanlah penyakit, melainkan sebuah fase pertumbuhan. Ini adalah alarm bahwa cara hidup Anda yang sekarang mungkin tidak lagi sejalan dengan siapa diri Anda sebenarnya. Jadi, ini normal, bukan cuma overthinking.
Namun, cara Anda meresponsnya—apakah dengan terus terjebak dalam pikiran atau mulai mengambil langkah nyata—akan menentukan hasil akhirnya.
#QuarterLifeCrisis #KesehatanMental #PengembanganDiri
1 Komentar
-
Rudi Chandra 29.10.25 Setuju banget Mas, titik ini malah bisa menjadi awal untuk mengambil langkah ke depannya.

