BANG ANCIS - Gelap masih memeluk erat ketika kabar itu datang lagi. Bukan satu, bukan sepuluh, tapi ratusan. Angka korban jiwa akibat banjir bandang di Sumatera terus merangkak naik, seolah tak mau berhenti. Hingga Rabu petang, sudah lebih dari 770 nyawa terenggut di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Sungai-sungai yang biasanya memberi hidup, kini berubah menjadi monster yang menelan apa saja. Rumah, sekolah, jembatan, semua luluh lantak. Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dan Aceh Utara, duka terasa paling pekat dengan ratusan korban jiwa. Jutaan warga kini hidup dalam ketidakpastian, berdesakan di pengungsian yang mulai diintai krisis kesehatan.
| Gambar dari Pixabay |
Dosa Ekologis dan Amarah Langit
Banyak yang bertanya, mengapa begitu dahsyat? Apakah ini murni amarah alam, atau ada campur tangan manusia yang kebablasan? Para ahli mulai angkat bicara, menyebut ini bukan sekadar cuaca ekstrem. Ini adalah akumulasi "dosa ekologis" kita selama bertahun-tahun.
Hutan yang Terus Menangis
Pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebut, kerusakan ekosistem hutan di hulu menjadi biang keladi utama. Hutan yang seharusnya menjadi benteng pertahanan, kini tak berdaya menahan gempuran air bah. Deforestasi yang masif membuat tanah tak lagi mampu menyerap air hujan. Akibatnya, air langsung meluncur deras ke bawah, membawa serta lumpur dan material longsor.
Proyek Atas Nama Pembangunan
Ada pula yang menuding proyek-proyek besar, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), turut memperparah keadaan. Pembukaan lahan untuk proyek dituding mengganggu keseimbangan alam dan memicu fluktuasi debit sungai. Tentu ini perdebatan panjang, antara kebutuhan energi dan kelestarian lingkungan yang seringkali tak sejalan.
Tangis di Tenda Pengungsian
Di balik angka-angka statistik yang mengerikan, ada cerita-cerita pilu dari para penyintas. Mereka tak hanya kehilangan harta benda, tapi juga sanak saudara. Ribuan orang kini harus bertahan di tenda-tenda darurat dengan persediaan yang serba terbatas.
Ancaman Penyakit Mengintai
Kondisi pengungsian yang padat dan sanitasi minim mulai memunculkan masalah baru. Penyakit seperti demam, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan gangguan pencernaan mulai menghantui para pengungsi, terutama anak-anak dan lansia. Bantuan medis menjadi sangat krusial, sama pentingnya dengan logistik makanan dan pakaian.
Menanti Status Bencana Nasional
Hingga kini, pemerintah pusat belum menetapkan status bencana nasional, sebuah keputusan yang dinanti banyak pihak. Penetapan status ini diyakini bisa mempercepat dan mengoptimalkan pengerahan sumber daya untuk penanganan yang lebih masif. Sebab, banyak daerah yang sudah kewalahan menangani dampak bencana sendirian. Sumatera sedang berduka, dan ia butuh pertolongan segera.
#BanjirSumatera #BencanaAlam #KorbanJiwa

