BANGANCIS - Layar laptop itu seolah balas menatap Rina. Angka-angka di spreadsheet menari-nari, membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Deadline di depan mata, tapi otaknya terasa seperti mesin diesel tua yang enggan menyala.
Di linimasa media sosial, teman-temannya memajang foto "self-healing". Ada yang di puncak gunung berkabut, ada yang di pantai dengan kelapa muda, ada pula yang di kafe estetik di sudut kota. Rina menghela napas panjang, rasanya "sembuh" itu mahal sekali dan butuh cuti panjang yang tidak ia miliki.
| Gambar dari >Pixabay |
Tekanan untuk "healing" dengan cara yang Instagrammable ini justru menjadi beban baru. Seolah-olah, jika kita tidak mendaki Semeru atau menyelam di Bunaken, kelelahan mental kita tidak valid. Padahal, tubuh dan pikiran kadang hanya butuh hal yang jauh lebih sederhana, yang sering kita lupakan: istirahat sejenak.
Ilusi Healing di Puncak Bromo
Dulu, istirahat adalah kemewahan sederhana. Kini, istirahat seolah menjadi sebuah industri yang menuntut kita mengeluarkan uang, waktu, dan tenaga yang tidak sedikit. Healing menjadi komoditas, bukan lagi kebutuhan dasar.
Industri Ketenangan yang Riuh
Lihat saja paket-paket tur "spiritual journey" atau "healing retreat" yang bertebaran. Semuanya menawarkan ketenangan dengan harga yang terkadang membuat kantong menjerit. Kita didorong untuk percaya bahwa penyembuhan diri hanya bisa ditemukan di lokasi-lokasi eksotis yang jauh dari rumah.
Akibatnya, esensi dari penyembuhan itu sendiri menjadi kabur. Ia bukan lagi soal memulihkan energi, melainkan soal pencapaian dan validasi sosial. "Lihat, aku sedang healing," begitu kira-kira pesan yang ingin disampaikan di balik foto-foto indah itu.
Lelah Sebelum Sembuh
Ironisnya, proses merencanakan "healing" yang megah itu sering kali lebih melelahkan. Mencari tiket promo, menyusun itinerary, mengepak barang, hingga memikirkan pekerjaan yang menumpuk saat kembali nanti. Alih-alih mendapatkan ketenangan, kita justru menambah daftar kecemasan baru.
Kita lupa bahwa sumber kelelahan utama sering kali ada di dalam diri kita, bukan di luar. Pergi ke tempat jauh mungkin bisa memberikan distraksi sesaat, tapi tidak menyelesaikan akar masalah jika kita tidak belajar cara beristirahat dengan benar di tengah rutinitas harian.
Kekuatan Sakti di Balik Bantal
Di tengah hiruk pikuk tren healing modern, ada satu solusi kuno yang terbukti ampuh dan gratis. Solusi itu tidak memerlukan tiket pesawat maupun sepatu gunung. Cukup bantal, sofa, atau bahkan kursi kerja yang sedikit nyaman: tidur siang.
Reset Otak dalam 20 Menit
Tidur siang singkat, atau yang populer disebut "power nap", bukanlah tanda kemalasan. Ini adalah mekanisme biologis yang luar biasa untuk mereset sistem tubuh kita. Cukup 20-30 menit, keajaiban bisa terjadi.
Saat kita tidur siang, tubuh akan menurunkan produksi kortisol, hormon stres yang membuat kita tegang dan cemas. Pada saat yang sama, otak membersihkan "sampah" adenosin yang menumpuk dan menyebabkan rasa kantuk. Hasilnya, saat bangun, pikiran terasa lebih jernih, fokus meningkat, dan suasana hati menjadi lebih baik. Ini seperti menekan tombol restart pada komputer yang mulai melambat.
Ritual Tidur Siang Modern
Mengintegrasikan tidur siang ke dalam rutinitas modern memang butuh sedikit strategi. Carilah waktu yang tepat, biasanya setelah makan siang saat energi tubuh secara alami menurun. Tidak perlu kasur empuk; sudut ruangan yang tenang atau bahkan mobil di parkiran sudah cukup.
Kuncinya adalah durasi. Pasang alarm selama 20-30 menit agar tidak masuk ke fase tidur dalam (deep sleep) yang bisa membuat kita pusing saat bangun. Anggap saja ini adalah sesi meditasi horizontal yang memberikan manfaat instan bagi produktivitas dan kesehatan mental Anda.
Rina akhirnya mematikan notifikasi ponselnya. Ia menyandarkan kepalanya di kursi kerja, memejamkan mata, dan memasang alarm 25 menit. Tidak ada gunung, tidak ada pantai, hanya hening di ruang kerjanya.
Saat alarm berbunyi, ia merasa seperti manusia baru. Angka-angka di spreadsheet tidak lagi terlihat mengintimidasi. Ternyata, untuk "sembuh", ia tidak perlu pergi ke mana-mana. Kadang, perjalanan penyembuhan terbaik hanya sejauh beberapa jengkal menuju bantal terdekat.
#SelfHealing #KesehatanMental #TidurSiang

